Minggu, 01 September 2013

Hadis Tentang Amar Ma'ruf Nahi Munkar


Oleh:

Asy-Syaikh Al-Hafizh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan

عَنْ حُذَيْقَةَ بْنِ اْليَمَانِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ لَتَأْمُرُنَّ بِاْلمَعْرُوْفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ اْلمُنْكَرِ اَوْ لَيُوْشِكَنَّ اللهُ اَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ تَدْعُوْنَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ قَالَ اَبُوْ عِيْسَى هَذَا حَدِيْثٌ حَسَنٌ

"Dari Huzaifah bin al-Yaman, dari Nabi SAW ia bersabda: "Demi Zat yang diriku ada dalam genggaman kekuasan-Nya, sungguh hendaklah kalian memerintahkan yang ma'ruf dan melarang kemungkaran atau sungguh Allah mempercepat kiriman siksaan terhadap kalian kemudian kalian memohon kepada-Nya, maka tidak diijabah bagi kalian". Abu Isa berkata, hadis itu hasan. (HR. Tirmizi)

عَنْ اَبِيْ سَعِيْدٍ اْلخُدْرِيَّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: مَنْ رَأَيْ مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَاْليُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَّمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْمَانِ

"Dari Abu Said al-Khudri r.a. ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa diantara kalian melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak mampu, maka dengan lisannya, dan jika tidak mampu maka dengan hatinya. Yang demikian itu selemah-lemahnya iman" (HR. Muslim)

عَنْ اُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ بْنِ حَارِثَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ سَمِعْتُ مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ يُجَاءُ بِرَجُلٍ فَيُطْرَحُ فِى النَّارِ فَيَطْحَنُ فِيْهَا كَطَحْنِ اْلحِمَارِ بِرَحَاهُ فَيَطِيْفُ بِهِ اَهْلُ النَّارِ فَيَقُوْلُوْنَ أَيْ فُلَانٌ اَلَسْتَ كُنْتَ تَأْمُرُ بِاْلمَعْرُوْفِ وَتَنْهَي عَنِ اْلمُنْكَرِ فَيَقُوْلُ اِنِّى آمِرٌ بِاْلمَعْرُوْفِ وَلَا أَفْعَلُهُ وَاَنْهَى عَنِ اْلمُنْكَرِ وَأَفْعَلُهُ

"Dari Usamah bin Zaid bin Haritsah ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah bersabda: "Suatu saat nanti ada seorang laki-laki yang didatangkan dan kemudian dilemparkan ke dalam api neraka. Di dalamnya ia berputar-putar seperti keledai yang berputar-putar mengelilingi mesin giling tepung, maka berkumpullah penghuni neraka mengelilingi dan bertanya: "Hai Fulan!, Bukankah engkau adalah yang dulu memerintah untuk berbuat ma'ruf dan mencegah dari kemunkaran? Ia menjawab, "Ya, dulunya aku adalah yang menyuruh berbuat ma'ruf tapi aku sendiri tidak melakukannya. Aku mencegah kemunkaran, namun aku sendiri melakukannya". (HR. Bukhari)

12 Hadits Tentang Larangan Menghina Orang Lain



Dikumpulkan oleh:

Asy-Syaikh Al-Hafizh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh

  1. Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Jauhilah olehmu berprasangka. Sebab berprasangka adalah sejelek-jelek pembicaraan. Janganlah kamu saling mencari kejelekan orang lain, janganlah saling bermegah-megahan, dan janganlah saling dengki mendengki. Janganlah saling mengumbar emosi, dan janganlah saling menjauhi. Jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersatu dan bersaudara sebagaimana yang telah diperintahkan Allah kepadamu. Seorang muslim dengan muslim lainnya adalah bersaudara, yang di antara mereka dilarang saling menganiaya, saling menghina, dan saling naeremehkan. Taqwa adalah di sini (sambil Rasulullah memberi isyarah ke arah dada). Cukuplah seorang muslim dikatakan melakukan kejelekan apabila dia menghina sesama muslim. Seorang muslim dengan muslim lainnya harus saling menjaga darah, kehormatan, dan harta kekayaannya.” (HR. Bukhari danMuslim).
  2. Sahabat Ibnu Mas’ud ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Mencaci maki seorang muslim adalah perbuatan fasik, sedang membunuh seorang muslim adalah tindak kekufuran.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  3. Samurah bin Jundub ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Janganlah kamu saling* melaknati dengan laknat Allah, dengan kemurkaan Allah, dan jangan pula kamu saling melaknati dengan siksa neraka.” (HR. Abu Dawud dan Urmidzi, dan dia berkata bahwa hadis ini hasan shahih).
  4. Abi Darda’ ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Apabila seseorang melaknati sesuatu, maka laknat itu akan naik ke langit kemudian seluruh pintu-pintu langit dikunci. Lalu laknat itu mengambil posisi ke kanan dan ke kiri. Bila tidak ada tempat kosong, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang dilaknati bila dia pantas untuk mendapatkan laknat Tetapi kalau orang yang dilaknati tidak pantas mendapat­kan laknat, maka laknat itu akan kembali kepada orang yang mengucapkan laknat tersebut.” (HR. Abu Dawud).
  5. Abu Bakar ra menegaskan, bahwa di dalam khutbah pada waktu haji Wada’ Rasulullah saw telah bersabda: “Sesungguhnya darah dan kehormatanmu adalah terpelihara sebagaimana mulianya hari Arafahmu, bulan Dzulhijahmu, dan tanah sucimu Makkah ini. Ingatlah, belumkah aku menyampaikan khabar yang demikian?” (HR. Bukhari).
  6. Abi Hurairah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Setiap muslim terhadap muslim lainnya harus saling memelihara darah, kehormatan, dan harta kekayaannya.” (HR. Muslim dan tirmidzi).
  7. Aisyah ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda kepada para sahabat:” Adakah kamu mengetahui apakah riba yang paling besar di sisi Allah?” Jawab mereka: “Allah dan Rasul- Nya lebih mengetahui.” Lalu Rasulullah bersabda: “Riba paling besar di sisi Allah adalah merampas kehormatan seorang muslim.” Kemudian Rasulullah saw membaca ayat: “Dan barang orang yang menyakiti orang-orang beriman laki-laki dan orang-orang beriman perempuan tanpa kesalahan yang mereka perbuat” (HR. Abu Ya’la, sedang sanadnya adalah sanad yang shahih).
  8. Sa’id bin Zaid ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Sebagian dari riba yang paling besar adalah melecehkan kehormatan seorang muslim tanpa adanya hak.” (HR. Abu Dawud).
  9. Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Ayyub dan Qutaibah dan Ibnu Hujr mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami Isma’il yaitu Ibnu Ja’far dari Al A’laa dari Bapaknya dari Abu Hurairah bahwa Rasululloh shallallohu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila ada dua orang yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu, dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai cacian selama orang yang dizhalimi itu tidak melampaui batas.” [HR. Muslim No.4688].
  10. Rasulullah Saw bersabda:""Tidak masuk syurga orang yang ada dalam hatinya seberat biji sawi dari kesombongan. Maka seorang lelaki bertanya: Sesungguhnya seseorang menyukai pakaiannya yang bagus dan seliparnya yang elok. Nabi menjawab: Sesungguhnya Allah Maha Indah dan menyukai keindahan, sombong itu menolak kebenaran dan meremehkan manusia." (HR Muslim)
  11. Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Jubairah bin adh-Dhahhak, ia berkata,"Firman Allah swt:'dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan', turun utk kami Bani Salamah", Abu Jubairah melanjutkan, "Ketika Rasulullah saw tiba diMadinah, kala itu setiap orang memiliki 2 atau 3 nama. Bila ada yang memanggil, nama2 itu lah yg diguna pakai. Mereka berkata,'Wahai Rasulullah, sesungguhnya dia akan marah dengan nama itu''. Kemudian turun lah ayat,"dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan" (HR Ahmad (IV/240), sahih, lihat al-Musnad (no 19288)(XXX/221))
  12. Dari Mu’adz bin Jabal Radiyallahu’anhu ia berkata: Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: ”Barang siapa menghina saudaranya karena melakukan suatu dosa maka dia tidak akan meninggal dunia sebelum melakukan dosa tersebut”. (HR. at Tirmidzi yang menilainya hasan namun sanadnya munqathi’).

Hadits tentang Haramnya Khamar (Minuman Keras)




Oleh:

Asy-Syaikh Al-Hafizh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan 



Dari hadits di bawah kita dapat menyaksikan keimanan para sahabat Nabi. Begitu Allah mengharamkan khamar, tanpa banyak tanya apalagi debat, mereka tumpahkan khamar-khamar yang mereka miliki ke jalan sehingga jalanan jadi berbau khamar. Sungguh beda dengan sekarang.


1. Pengharaman khamar serta menerangkan bahwa khamar itu terbuat dari perasan anggur, kurma basah, kurma kering dan lain sebagainya yang dapat memabukkan.


Hadis riwayat Ali bin Abu Thalib ra., ia berkata: Aku mendapat seekor unta bersama Rasulullah saw. dari rampasan perang Badar. Dan Rasulullah saw. memberiku seekor unta yang lain. Pada suatu hari aku menderumkan keduanya di depan pintu seorang sahabat Ansar, aku hendak memuatkan idzkhir (sejenis tumbuh-tumbuhan) di atas kedua unta tersebut untuk aku jual kepada seorang tukang emas dari Bani Qainuqa` yang datang bersamaku. Uang penjualan itu akan kupergunakan membantu walimah Fatimah ra. Pada saat itu, Hamzah bin Abdul Muthalib ra. sedang minum minuman keras di rumah tersebut. Ia ditemani seorang budak perempuan yang bernyanyi untuknya. Budak itu berkata: Hai Hamzah, perhatikanlah unta-unta yang gemuk itu! Tiba-tiba Hamzah melompat ke arah kedua untaku dengan pedang, lalu ia potong ponok keduanya dan ia belah lambung keduanya, kemudian ia ambil hati keduanya. Aku katakan kepada Ibnu Syihab: Dan bagaimana dengan ponoknya? Ia berkata: Ponok-ponoknya di pangkas dan dibawa pergi. Kata Ibnu Syihab: Ali berkata: Dan aku menyaksikan pemandangan yang mengerikan itu. Lalu aku mendatangi Rasulullah saw. yang pada saat itu Zaid bin Haritsah sedang berada di dekat beliau. Aku pun menceritakan peristiwa tersebut. Kemudian beliau bersama Zaid keluar dan aku juga ikut bersama beliau. Lalu beliau masuk menemui Hamzah dan marah kepadanya. Hamzah mengangkat pandangannya, kemudian berkata: Kalian ini tidak lain hanyalah budak-budak bapakku! Rasulullah saw. kemudian mundur ke belakang lalu meninggalkan mereka. (Shahih Muslim No.3660)

Hadis riwayat Anas bin Malik ra., ia berkata: Aku sedang memberi minum para tamu di rumah Abu Thalhah, pada hari khamar diharamkan. Minuman mereka hanyalah arak yang terbuat dari buah kurma. Tiba-tiba terdengar seorang penyeru menyerukan sesuatu. Abu Thalhah berkata: Keluar dan lihatlah! Aku pun keluar. Ternyata seorang penyeru sedang mengumumkan: Ketahuilah bahwa khamar telah diharamkan. Arak mengalir di jalan-jalan Madinah. Abu Thalhah berkata kepadaku: Keluarlah dan tumpahkan arak itu! Lalu aku menumpahkannya (membuangnya). Orang-orang berkata: Si polan terbunuh. Si polan terbunuh. Padahal arak ada dalam perutnya. (Perawi hadis berkata: Aku tidak tahu apakah itu juga termasuk hadis Anas). Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat: Tidak ada dosa bagi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh karena makanan yang telah mereka makan dahulu, asal mereka bertakwa serta beriman dan mengerjakan amal-amal saleh. (Shahih Muslim No.3662)

2. Makruh membuat minuman dari kurma dan anggur kering yang dicampur

Hadis riwayat Jabir bin Abdullah Al-Anshari ra.: Bahwa Nabi saw. melarang anggur kering dicampur dengan kurma atau kurma yang belum matang dengan kurma yang matang. (Shahih Muslim No.3674)

Hadis riwayat Abu Qatadah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Janganlah kalian membuat minuman kurma setengah matang (mengkal) dan kurma matang sekaligus. Janganlah kalian membuat minuman anggur dan kurma sekaligus. Masaklah masing-masing dari keduanya secara terpisah. (Shahih Muslim No.3681)

3. Larangan membuat nabiz dalam wadah yang dicat dengan teer, dalam labu kering, panci seng, kayu yang dilubangi, dan menerangkan bahwa larangan itu dihapus dan sekarang halal asal tidak memabukkan

Hadis riwayat Ali ra., ia berkata: Rasulullah saw. melarang pembuatan minuman dalam kulit labu dan wadah yang dicat dengan teer. (Shahih Muslim No.3693)

Hadis riwayat Aisyah, Ummul Mukminin ra.: Dari Aswad, ia berkata: Aku bertanya kepada Ummul Mukminin: Wahai Ummul Mukminin! Beritahukanlah kepadaku, apa yang dilarang oleh Rasulullah saw. untuk dijadikan bahan membuat minuman! Ummul Mukminin berkata: Rasulullah saw. melarang kami ahlulbait membuat minuman nabidz dalam kulit labu dan wadah yang dicat dengan teer. (Shahih Muslim No.3694)

Hadis riwayat Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra.: Dari Said bin Jubair ia berkata: Aku bersaksi bahwa Ibnu Umar ra. dan Ibnu Abbas ra. menyaksikan bahwa Rasulullah saw. melarang kulit labu, tempayan, wadah yang dicat dengan teer dan kayu yang dilubangi. (Shahih Muslim No.3705)

Hadis riwayat Abdullah bin Amru ra., ia berkata: Ketika Rasulullah saw. melarang nabiz dalam beberapa bejana, orang-orang berkata: Tidak setiap orang mempunyai bejana lain. Lalu Rasulullah saw. memberikan kemurahan (dispensasi) kepada mereka, boleh minum dalam guci yang tidak dicat dengan teer. (Shahih Muslim No.3726)

4. Menerangkan bahwa setiap yang memabukkan adalah khamar dan semua khamar adalah haram

Hadis riwayat Aisyah ra., ia berkata: Rasulullah saw. pernah ditanya tentang arak dari madu. Beliau menjawab: Setiap minuman yang memabukkan adalah haram. (Shahih Muslim No.3727)

5. Balasan peminum khamar yang belum bertobat di akhirat

Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Setiap minuman yang memabukkan adalah khamar dan setiap yang memabukkan adalah haram. Barang siapa minum khamar di dunia lalu ia mati dalam keadaan masih tetap meminumnya (kecanduan) dan tidak bertobat, maka ia tidak akan dapat meminumnya di akhirat (di surga). (Shahih Muslim No.3733)

5 Hadits Tentang Dosa dan Siksa Untuk Rentenir, Bankir, Lintah Darat dan Pemakan Riba




Oleh:
As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh
(Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)


HADITS TENTANG DOSA & SIKSA PEMAKAN RIBA

  1. Memakan riba lebih buruk dosanya dari perbuatan zina 36 kali. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,     دِرْهَمُ رِبًا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتَّةِ وَثَلاَثِيْنَ زَنْيَةً     “Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali.” (HR. Ahmad dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani dalam Misykatul Mashobih mengatakan bahwa hadits ini shahih)
  2. Dosa memakan riba seperti dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,     الرِبَا ثَلاَثَةٌ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرُّجُلُ أُمَّهُ وَإِنْ أَرْبَى الرِّبَا عِرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمِ     “Riba itu ada 73 pintu (dosa). Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lainnya)
  3. Tersebarnya riba merupakan “pernyataan tidak langsung” dari suatu kaum bahwa mereka berhak dan layak untuk mendapatkan adzab dari Allah ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,     إِذَا ظَهَرَ الزِّناَ وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ فَقَدْ أَحَلُّوْا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللهِ     “Apabila telah marak perzinaan dan praktek ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diadzab oleh Allah.” (HR. Al Hakim. Beliau mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lainnya)
  4. Rasulullah menjadikan para pelaku riba dan saksi-saksinya, serta mereka yang mencatat perjanjian itu, semuanya terlibat dalam dosa. Dan laknat Allah mencakup mereka semua, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abdullah ibnu Mas’ud.     لعن رسول الله اكل الربا وموكله وساهديه وكاتبه (رواه الترمذى وابو داود     “Rasulullah melaknati pemakan riba, wakilnya, kedua saksinya dan pencatatnya (Hadits riwayat Turmudzi dan Abu Dawud)”. 
  5. Rasulullah bersabda :     اجتنبوا السبع الموبقات, قالوا يا رسول الله وما هن؟ قال : الشرك بالله, والسحر, وقتل النفس التى حرم الله الا بالحق, وأكل الربى, واكل مال اليتيم, والتولى يوم الزحف وقذف المحصنات الغافلات المؤمنات (رواه البخارى و مسلم     “Jauhilah olehmu tujuh perkara yang merusak”. Para sahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, apa saja tujuh perkara itu?” Rasulullah SAW, menjawab : “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan tidak ada alasan hak hak, memakan hasil riba, memakan harta anak yatim, lari dari ajang pertempuran melawan musuh agama dan menuduh berbuat zina wanita-wanita mukmin yang terpelihara kehormatannya”( Hadits riwayat Bukhari dan Muslim). 

NASEHAT ULAMA' FIQIH TENTANG DOSA & SIKSA PEMAKAN RIBA
  1. Syeikh Al-Faqih Bahruddin Azmatkhan Al-Hafizh berkata, "Setiap utang piutang yang ada keuntungan adalah riba." 
  2. Syeikh Al-Faqih Ibnul Mundzir berkata, “Para ulama sepakat bahwa jika orang yang memberikan utang mensyaratkan kepada orang yang berutang agar memberikan tambahan, hadiah, lalu dia pun memenuhi persyaratan tadi, maka pengambilan tambahan tersebut adalah riba.” 
  3. Al-Faqih Ibnu Qudamah mengatakan, “Karena yang namanya utang piutang adalah bentuk tolong menolong dan berbuat baik. Jika dipersyaratkan adanya tambahan ketika pengembalian utang, maka itu sudah keluar dari tujuan utama mengutangi (yaitu untuk tolong menolong).” (Lihat Al Mughni, 9/104).

20 Hadits Tentang Indahnya Kesabaran


Dikumpulkan oleh:

As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh

(Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)

  1. Rasulullah Mengagumi seorang mukmin yang bila ia memperoleh kebaikan, ia memuji Allah dan bersyukur. Bila ia ditimpa musibah, ia memuji Allah dan ia bersabar. ( HR.Ahmad).
  2. Orang yang bahagia ialah yang dijauhkan dari fitnah-fitnah dan orang yang bila terkena ujian dan cobaan, dia bersabar. (HR.Ahmad).
  3. Iman terbagi dua separuh dalam sabar dan separuh dalam syukur.(HR.Al-Baikaqi)
  4. Tidak ada suatu rezeki yang Allah berikan pada seorang hamba yang lebih luas baginya dari pada sabar.(HR.Al-Hakim).
  5. “Ya Nabi, berilah aku wasiat” Rasullalah bersabda,”Jangan marah!” ditanya berulang kali dan tetap dijawab, “Jangan marah!” HR.Bukhari).
  6. Sesungguhnya yang berkecukupan adalah orang yang hatinya selalu merasa cukup, dan orang fakir adalah orang yang hatinya selalu rakus. (HR. Ibnu Hibban).
  7. Abu Malik Al-Harits bin ‘Ashim Al-Asy’ari RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kesucian itu sebagian dari iman, dan kalimat alhamdulillah memenuhi timbangan. Kalimat subhanallah dan alhamdulillah memenuhi ruang yang ada di antara langit dan bumi. Shalat itu cahaya, sedekah itu bukti, sabar itu cerminan, Al-Qur’an itu hujjah yang akan membela atau menuntutmu. Setiap manusia bekerja. Ada yang menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya, dan ada pula yang menghancurkan dirinya.” (HR. Muslim).
  8. Dari Abu Sa'id sa'ad bin Malik bin Sinan Al-Khudriy ra. ia berkata : "Ada beberapa sahabat Anshar meminta sesuatu kepada Rasulullah saw., maka beliau memberinya, kemudian mereka meminta lagi dan beliaupun memberinya sehingga habislah apa yang ada pada beliau. Ketika beliau memberikan semua yang ada di tangannya, beliau bersabda kepada mereka : "Semua kebaikan yang ada padaku tidak akan aku sembunyikan pada kalian. Siapa saja yang menjaga kehormatan dirinya, maka Allah pun akan menjaganya dan siapa saja yang merasa cukup, maka Allah akan mencukupinya. Serta siapa saja yang menyabarkan dirinya, maka Allah pun akan memberikan kesabaran. Dan seseorang tidak akan mendapatkan anugerah yang lebih baik atau lebih lapang melebihi kesabaran." (HR. Bukhari dan Muslim)
  9. Dari Abu Yahya Shuhaib bin Sinan ra., ia berkata : "Rasulullah saw. bersabda : "Sangat menakjubkan bagi orang mukmin, apalagi segala urusannya sangat baik baginya, dan itu tidak akan terjadi bagi seseorang yang beriman, kecuali apabila mendapatkan kesenangan ia bersyukur, maka yang demikian itu sangat baik, dan apabila ia tertimpa kesusahan ia sabar, maka yang demikian sangat baik baginya."(HR. Muslim) 
  10. Dari Anas ra., ia berkata : Ketika Nabi saw. menderita sakit keras, Fatimah ra., mengeluh : "Aduh ayah sakit keras." Kemudian beliau bersabda : "Ayahmu tidak akan menderita lagi setelah hari ini." Ketika beliau wafat, Fatimah ra. berkata : "Wahai ayahku, engkau telah memenuhi panggilan Tuhan. Wahai ayahku, surga Firdauslah tempat kembalimu. Wahai ayahku, kepada Jibril kami memberitakan wafatmu." Ketika beliau dikubur, Fatimah ra. berkata : "Apakah kalian menyukai untuk menaburkan tanah di atas makam Rasulullah saw ?" (HR. Muslim)
  11. Dari Abu Zaid Usamah bin Zaid bin Haritsah (dia adalah pelayan, kekasih dan anak kekasih Rasulullah saw.) ia berkata : " Salah seorang putri Nabi saw. mengutus seseorang untuk memberitahu kepada beliau bahwa anaknya sedang sakaratul maut, maka kami diminta untuk datang, kemudian beliau hanya mengirimkan salam, seraya bersabda : "Sungguh menjadi hak Allah untuk mengambil dan memberi dan segala sesuatunya telah ditentukan di sisi Allah, maka hendaklah kamu sabar dan mohonlah pahala kepada Allah." Kemudian orang itu disuruhnya kembali menghadap Nabi saw., seraya meminta yang disertai dengan sumpah agar beliau berkenan hadir. Maka pergilah beliau beserta Sa'ad bin Ubadah, Mu'adz bi Jabal, Ubay bin Ka'ab, Zaid bin Tsabil dan beberapa sahabat yang lain. Maka diberikan anak yang sakit itu kepada Rasulullah saw. dan didudukkan di pangkuan beliau, sedangkan nafasnya tersengal-sengal, maka meneteslah air mata beliau, kemudian Sa'ad bertanya : "Wahai Rasulullah, mengapa engkau meneteskan air mata ?" Beliau menjawab : "Tetesan air mata adalah rahmat yang dikaruniakan Allah Ta'ala ke dalam hati hamba-hamba-Nya." Dalam riwayat lain disebutkan : "Ke dalam hati hamba-hamba yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah menyayangi hamb-hamba-Nya yang mermpunyai rasa sayang." (HR. Bukhari dan Muslim)
  12. Dari Shuhaib ra., Rasulullah saw bersabda : "Pada zaman dahulu ada seorang raja yang mempunyai seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir itu sudah lanjut usia, ia berkata kepada rajanya : "Sesungguhnya saya sekarang sudah lanjut usia. Oleh karena itu, perkenankanlah saya meminta tuan untuk mengirimkan seorang pemuda dan saya akan mengajarinya ilmu sihir." Raja itupun mengirimkan seorang pemuda untuk belajar ilmu sihir. Akan tetapi di tengah perjalanan ke tempat tukang sihir, ia bertemu dengan seorang pendeta, kemudian pemuda itu berhenti untuk mendengarkan apa yang disampaikan oleh pendeta itu, oleh karena itu, ia terlambat datang ke tempat tukang sihir. Ketika pemuda itu sampai ke tempat tukang sihir, maka pemuda itu dipukul. Kemudian ia mengadukan kepada pendeta, dan si pendeta berkata : "Apabila kamu takut terhadap tukang sihir itu, maka katakanlah bahwa keluargamu menahanmu, dan apabila kamu takut terhadap keluargamu maka katakanlah bahwa tukang sihir itu menahanmu."Suatu hari ketika dalam perjalanan, dijumpai di tengah jalan seekor binatang yang sangat besar, sehingga orang-orang tidak berani meneruskan perjalanan. Pada saai itulah si pemuda berkata : "Nah, hari ini aku akan mengetahui tukang sihirkah yang lebih utama ataukah pendeta ?" Pemuda itu mengambil batu seraya berkata : "Ya Allah, apabila ajaran pendeta itu lebih Engkau sukai maka matikanlah binatang yang sangat besar itu agar orang pun dapat meneruskan perjalanannya." Kemudian ia lemparkan batu itu, dan matilah binatang itu, sehingga orang-orangpun dapat melanjutkan perjalannya. Ia lalu mendatangi pendeta itu dan menceritakan apa yang baru terjadi. Pendeta itu berkata : "Wahai anakku, kamu sekarang lebih utama dari saya karena kamu telah menguasai segala yang aku ketahui, dan ketahuilah, kamu nanti akan mendapat ujian ; tetapi ingatlah, apabila kamu diuji, janganlah kamu menyebut-nyebut namaku." Setelah itu pemuda tadi dapat menyembuhkan orang buta, penyakit belang dan berbagai jenis penyakit lain.Tersebarlah berita, bahwa kawan raja sakit mata hingga buta dan sudah diusahakan ke mana-mana tetapi belum juga sembuh. Kemudian datanglah ia kepada pemuda itu dengan membawa beraneka macam hadiah dan berkata : "Seandainya kamu dapat menyembuhkan saya, akan saya penuhi semua permintaanmu." Pemuda itu menjawab : "Sesungguhnya saya tidak bisa menyembuhkan seseorang, tetapi yang menyembuhkan adalah Allah Ta'ala. Apabila engkau beriman kepada Allah Ta'ala niscaya saya akan berdoa kepada-Nya agar menyembuhkan penyakitmu." Maka berimanlah orang itu kepada Allah Ta'ala dan sembuhlah penyakitnya.Orang itu datang ke tempat sang raja dan duduk bersama sebagaimana biasanya, kemudian sang raja bertanya kepadanya : "Siapakah yang menyembuhkan matamu itu ?" Ia menjawab : "Tuhanku." Sang raja berkata : "Apakah kamu mempunyai Tuhan selain aku ?" Ia menjawab : "Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah." Maka raja itu langsung menyiksa sehingga orang itu menunjuk kepada pemuda tadi. Maka dipanggillah pemuda itu dan berkatalah sang raja kepadanya : "Hai anakku, sihirmu sangat ampuh sehingga dapat menyembuhkan orang buta, penyakit belang dan kamu bisa berbuat ini dan itu." Pemuda itu menjawab : "Sesungguhnya yang bisa menyembuhkan hanya Allah Ta'ala. Maka disiksalah pemuda itu sehingga ia menunjuk kepada sang pendeta, maka dipanggillah pendeta itu. Raja itupun berkata kepadanya : "Kembalilah kamu kepada agamamu semula." Tetapi pendeta itu tidak mau, kemudian raja itu menyuruh untuk menggergajinya dari atas kepala, sehingga badannya terbelah dua. Kemudian dipanggillah kawan raja itu dan dikatakan kepadanya : "Kembalilah pada agamamu semula." Tetapi orang itu tidak mau, ia pun digergaji dari atas kepala sampai badanya terbelah dua. Kemudian dipanggillah pemuda itu. Raja itu kemudian berkata : "Kembalilah pada agamamu semula. Tetapi pemuda itupun menolak, kemudian ia diserahkan kepada pasukan dan memerintahkan untuk membawanya ke suatu gunung. Ketika sampai di puncak gunung, paksalah supaya kembali kepada agamanya semula. Bila tidak, lemparkan ia dari atas gunung biar mati. Pasulan itu pun membawa pemuda tadi ke puncak gunung, dan di sana pemuda itu berdoa : "Ya Allah, hindarkanlah saya dari kejahatan mereka sesuai dengan apa yang Engkau kehendaki." Kemudian bergoncanglah gunung itu sehingga pasukan tadi berguling dari atas gunung. Pemuda itu mendatanginya, dan sang raja bertanya keheranan : "Apa yang diperbuat oleh pasukan itu ?" Pemuda itu menjawab : "Allah Ta'ala telah menghindarkan saya dari kejahatan mereka." Pemuda itu ditangkapnya diserahkan kembali kepada sekelompok pasukan yang lain, untuk membawa pemuda itu naik kapal, untuk menenggelamkan di tengah lautan. Pasukan itu membawanya naik kapal, kemudian pemuda itu berdoa : Ya Allah, hindarkanlah saya dari kejahatan mereka sesuai dengan yang Engkau kehendaki." Kemudian kapal itu terbalik dan tenggelamlah mereka. Pemuda itu pun kembali kepada sang raja, dan sang raja bertanya lagi keheranan : "Apakah yang diperbuat oleh pasukan itu?" Pemuda itu menjawab : "Allah Ta'ala telah menghindarkan aku dari kejahatan mereka." Kemudian pemuda itu berkata kepada sang raja : "Sesungguhnya engkau tidak akan bisa mematikan saya sebelum engkau memenuhi permintaanku." Raja bertanya : "Apakah yang engkau inginkan ?" Pemuda itu menjawab : "Engkau harus mengumpulkan orang banyak dalam satu lapangan dan saliblah saya diatas sebuah tiang, kemudian ambillah anak panahku dari tempatnya serta letakkanlah pada busurnya, kemudian bacalah : "Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini," kemudian lepaskanlah anak panah itu kearahku. Apabila engkau berbuat seperti itu, maka engkau akan berhasil membunuhku. Mendengar yang demikian, raja itu mengumpulkan orang banyak di salah satu lapangan dan menyalib pemuda itu di atas tiang kemudian ia mengambil anak panah dari tempatnya dan diletakkan pada busurnya kemudian ia membaca : "Dengan menyebut nama Allah, Tuhan pemuda ini," dan dilepaskanlah anak panah itu ke arah pelipisnya, kemudian pemuda itu meletakkan tangannya pada pelipis yang terluka, lalu ia pun mati. Pada saat itu juga serentak orang-orang berkata : "Kami beriman dengan Tuhannya pemuda itu." Ada seorang yang menyampaikan berita itu kepada sang raja seraya berkata : "Tahukah engkau, apa yang kau khawatirkan sekarang telah menjadi kenyataan. Demi Allah. kekhawatiranmu tidak ada gunanya sama sekali karena orang-orang sudah beriman." Kemudian raja itu memerintahkan untuk membuat parit yang besar pada setiap persimpangan jalan, didalamnya dinyalakan api, kemudian memerintahkan kepada siapa saja yang tidak mau kembali kepada agama semula, maka akan dilemparkan ke dalam parit. Perintah itu dilaksanakan. Ada seorang wanita yang berpegang teguh pada agama yang hak, namun ia membawa bayinya dan merasa sangat kasihan kepada anaknya kalau ia beserta anaknya masuk ke dalam parit, akan tetapibayi itu berkata : "Wahai ibu, sabarlah, karena engkau berada di dalam kebenaran."(HR. Muslim)
  13. Dari Anas ra., ia berkata : "Sewaktu Nabi saw. menjumpai seorang wanita sedang menangis di atas kubur, maka beliau bersabda : "Bertakwalah kepada Allah dan sabarlah!" Wanita itu berkata : "Pergilah dari sini karena sesungguhnya engkau tidak tertimpa musibah sebagaimana yang aku alami!" Wanita itu tidak tahu bahwa yang berkata adalah Nabi. Kemudian ada seseorang yang memberitahukan kalau itu adalah Nabi saw. Maka wanita itu segera datang kerumah Beliau saw. dan ia tidak menjumpai para penjaga pintu, sehingga dengan mudah ia masukinya kemudian ia berkata : "Saya tidak tahu kalau yang berkata tadi adalah engkau." Maka beliau bersabda :"Sesungguhnya sabar itu hanyalah pada hari pertama musibah itu."Dalam riwayat Muslim disebutkan : "Wanita itu menangisi anaknya yang baru meninggal."(HR. Bukhari dan Muslim)
  14. Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda : "Allah Ta'ala berfirman : "Tidak ada balasan kecuali surga bagi hamba-Ku yang mukmin, yang telah Aku ambil kembali kekasihnya dari ahli dunia, dan ia hanya mengharapkan pahala dari-Ku."(HR. Bukhari)
  15. Dari Aisyah ra., ia bertanya kepada Rasulullah saw. tentang wabah penyakit yang tersebar di seluruh negeri, kemudian beliau memberitahu, bahwa wabah itu merupakan siksaan yang ditimpakan oleh Allah Ta'ala kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya, akan tetapi Allah Ta'ala menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman, maka seorang yang tetap tinggal pada suatu daerah yang kejangkitan wabah dan ia sabar serta hanya memohon kepada Allah kemudian sadar bahwa ia tidak akan tertimpa wabah kecuali Allah akan menakdirkannya,maka ia akan mendapat pahala seperti pahalanya orang yang mati syahid."(HR. Bukhari)
  16. Dari Anas ra., ia berkata : "Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda : "Sesungguhnya Allah Ta'ala berfirman : "Apabila Aku menguji salah seorang hamba-Ku dengan kebutaan pada kedua matanya kemudian ia sabar, maka Aku akan menggantikannya dengan surga."(HR. Bukhari)
  17. Dari Atha' bin Abu Ribah, ia berkata : Ibnu Abbas ra. berkata kepadaku : "Maukah saya tunjukkan seorang wanita yang termasuk ahli surga ?" Saya menjawab : "Tentu saja saya mau." Ia berkata : "Adalah wanita berkulit hitam yang pernah datang kepada Nabi saw., waktu itu berkata : "Sesungguhnya saya mempunyai penyakit ayan, dan aurat saya terbuka karenanya; oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah agar penyakit saya sembuh." Beliau kemudian bersabda : "Apabila kamu mau sabar maka kamu akan masuk surga, dan apabila kamu tetap meminta maka saya pun akan berdoa kepada Allah agar engkau sembuh dari penyakitmu." Wanita itu menjawab : "Kalau begitu saya akan bersabar." Kemudian wanita itu berkata lagi : "Sesungguhnya aurat saya terbuka karenanya, oleh karena itu mohonkanlah kepada Allah agar aurat saya tidak terbuka." Maka Nabi pun berdoa untuknya agar auratnya tidak terbuka."(HR. Bukhari dan Muslim)
  18. Dari Abi Abdurrahman bin Abdillah bin Mas'ud ra., ia berkata : "Seakan-akan saya masih melihat Rasulullah saw., sewaktu menceritakan salah seorang dari para Nabi ketika dipukuli kaumnya sehingga berlumuran darah, dan ia pun mengusap darah dari mukanya sambil berdoa : "Ya Allah, ampunilah kaumku karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui." (HR. Bukhari dan Muslim)
  19. Dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah ra., dari Nabi saw, ia berkata : "Seorang muslim yang tertimpa kecelakaan, kemelaratan, kegundahan , kesedihan, kesakitan maupun kedukacitaan, sampai yang tertusuk duripun niscaya Allah akan mengampuni dosanya sesuai apa yang menimpanya." (HR. Bukhari dan Muslim)
  20. Dari Aisyah Ra, sesungguhnya ia bertanya kepada Rasulullah Saw tentang thâun? Maka Nabi Saw menceritakan kepadanya : “Sesungguhnya thâ’un itu siksaan yang Allah Swt kirimkan kepada yang Ia kehendaki.Kemudian Allah Swt menjadikannya sebagai rahmat bagi orang-orang yang beriman.Tidak ada seorangpun hamba yang terkena thâ’un, lalu ia tetap tinggal di negrinya sambil bersabar, dan dia yakin bahwa tidak akan menimpa kepadanya kecuali yang telah Allah tuliskan baginya, maka ia akan mendapatkan ganjaran mati syahid. (HR Bukhari)

Kamis, 13 Juni 2013

Hadits Keutamaan Sya'ban


oleh:
Asy-Syaikh Al-Hafizh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan 

Bab 1 Asal-Usul Dinamakan Bulan Sya’ban

Sepatutnya setiap muslim mengetahui jumlah dan nama-nama bulan dalam Islam, dari bulan Muharram sampai dengan bulan Dzulhijjah. Alhamdulillah, sebagian mereka telah mengetahui bahwa bulan Ramadhan itu berada di urutan kesembilan dalam bulan Islam dan Sya’ban bulan kedelapan. Oleh sebab itu, sebelum kita memasuki gerbang bulan Ramadhan, kita mesti melewati dan menjalani bulan Sya’ban ini terlebih dahulu.

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan dalam tafsir beliau, “As-Sakhowiy rahimahullah mengatakan bahwa Sya’ban berasal dari berpencar atau berpisahnya para kabilah Arab untuk berperang, mereka lalu berkumpul pada dua atau lebih regu pasukan.” (Tafsir al-Qur’an al-Azhim: II/ 432, Cetakan Dar al-Fikr tahun1412H/ 1992M)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolaniy rahimahullah berkata, “Bulan Sya’ban disebut Sya’ban karena pada bulan tersebut para kabilah Arab saling berpencar untuk mencari air atau untuk melakukan penyerbuan kepada kabilah yang lain setelah mereka keluar dari bulan Rajab (yang diharamkan untuk berperang di dalamnya). Dan yang tujuan untuk berperang inilah yang lebih mendekati kebenaran dari tujuan yang pertama (untuk mencari air).” (Fat-h al-Bariy: IV/ 213).

 Bab II Fungsi Sya'ban Sebagai Pintu Gerbang Ramadhan

Bulan Ramadhan adalah bulan penuh ampunan dari Allah ta’ala dan keberkahan, bagi orang yang dapat memanfaatkan bulan itu untuk mengerjakan berbagai jenis ibadah yang disyariatkan. Karena di bulan itulah alqur’an diturunkan, diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh, dianjurkan untuk giat bersedekah karena Rosulullah Shallalahu alaihi wa sallam pada bulan itu lebih dermawan daripada di bulan-bulan lainnya, ditegakkan sholat tarawih berjamaah, dianjurkan untuk membaca alqur’an, mentadarusi dan mentadabburinya, ifthar jama’iy (buka puasa bersama), dan lain sebagainya.

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu,” [HR al-Bukhoriy: 1901, 2014, Muslim: 760, Ibnu Majah: 1641, 1326 dan at-Turmudziy: 683. Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih]. (Shahih Sunan Ibnu Majah: 1091, 1330, Shahih Sunan at-Turmudziy: 550, Shahih at-Targhib wa at-Tarhib: 982).

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Terdapat penjelasan keutamaan bulan Ramadhan dan ketinggian kedudukannya. Bahwasanya bulan itu adalah bulan (diwajibkannya) berpuasa. Maka barangsiapa yang berpuasa (pada bulan itu) maka akan diampuni kesalahan-kesalahan dan dosa-dosanya meskipun sebanyak buih lautan,” (Bahjah an-Nazhirin: II/ 362).

Berkata asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah, “Apabila seseorang berpuasa lantaran iman kepada Allah dan dalam rangka mencari pahala Allah, maka Allah ta’ala akan mengampuni dosanya yang telah lalu,” (Syar-h Riyadl ash-Shalihin: III/ 486.)

Maka untuk mencapai ampunan yang Allah Subhanahu wa ta’ala janjikan maka diperlukan kesungguhan, persiapan dan latihan terlebih dahulu di bulan Sya’ban. Oleh karena itu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah mencontohkan dengan banyak melakukan ibadah puasa di bulan Sya’ban sebagai persiapan dan latihan untuk memasuki bulan Ramadhan.

Dan bulan Sya’ban ibaratnya adalah pintu gerbang yang mesti dilalui oleh setiap muslim dalam keadaan telah siap menunaikan berbagai anjuran yang disyariatkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala dan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu anha, beliau berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berpuasa dalam suatu bulan lebih banyak daripada bulan Sya’ban. Dahulu beliau berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” [HR al-Bukhoriy: 1970, Muslim: 1156 (176) dan at-Turmudziy: 736, 737]. (Mukhtashor Shahih al-Imam al-Bukhoriy: 966 dan Shahih Sunan at-Turmudziy: 588, 589.).

Berkata asy-Syaikh Salim bin Ied al-Hilaliy hafizhohullah, “Terdapat dalil akan keutamaan berpuasa pada bulan Sya’ban. Puasanya Nabi Shallallahu alaihi wa sallam itu boleh diteladani oleh orang yang mampu (berpuasa) selama ia sanggup, adapun orang dikhawatirkan payah atau puasanya itu berpengaruh (buruk) pada bulan Ramadhan maka dimakruhkan untuk berpuasa baginya setelah pertengahan bulan Sya’ban,” (Bahjah an-Nazhirin: II/ 381.)

Oleh karena itu, tanpa persiapan yang matang sebelumnya, seseorang bisa jadi akan melewatkan bulan Ramadhan sebagaimana bulan-bulan lainnya tanpa faidah, tanpa nilai dan tanpa mashlahat sedikitpun apalagi jika dosa-dosanyapun tersebut tidak diampuni.

Bab III Kejadian dan Peristiwa di Bulan Sya'ban

Sya’ban adalah salah satu bulan yang mulia. Bulan ini adalah pintu menuju bulan Ramadhan. Siapa yang berupaya membiasakan diri bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan ini, ia akan akan menuai kesuksesan di bulan Ramadhan.

Dinamakan Sya’ban, karena pada bulan itu terpancar bercabang-cabang kebaikan yang banyak (yatasya’abu minhu khairun katsir). Menurut pendapat lain, Sya’ban berasal dari kata Syi’b, yaitu jalan di sebuah gunung atau jalan kebaikan. Dalam bulan ini terdapat banyak kejadian dan peristiwa yang patut memperoleh perhatian dari kalangan kaum muslimin.

1. Pindah Qiblat
Pada bulan Sya’ban, Qiblat berpindah dari Baitul Maqdis, Palistina ke Ka’bah, Mekah al Mukarromah. Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam menanti-nanti datangnya peristiwa ini dengan harapan yang sangat tinggi. Setiap hari Beliau tidak lupa menengadahkan wajahnya ke langit, menanti datangnya wahyu dari Rabbnya. Sampai akhirnya Allah Subhanahu Wata’ala mengabulkan penantiannya. Wahyu Allah Subhanahu Wata’ala turun. “Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya.” (QS. Al Baqarah; 144)

2. Diangkatnya Amal Manusia
Salah satu keistimewaan bulan Sya’ban adalah diangkatnya amal-amal manusia pada bulan ini ke langit. Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: “Saya berkata: “Ya Rasulullah, saya tidak pernah melihatmu berpuasa dalam suatu bulan dari bulan-bulan yang ada seperti puasamu di bulan Sya’ban.” Maka beliau bersabda: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya antara Rajab dan Ramadhan. Dan merupakan bulan yang di dalamnya diangkat amalan-amalan kepada rabbul ‘alamin. Dan saya menyukai amal saya diangkat, sedangkan saya dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’i).

3. Keutamaan Puasa di Bulan Sya’ban
Rasulullah ditanya oleh seorang sahabat, “Adakah puasa yang paling utama setelah Ramadhan?” Rasulullah Shollallahu alai wasallam menjawab, “Puasa bulan Sya’ban karena berkat keagungan bulan Ramadhan.”Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata: “Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sampai kami katakan beliau tidak pernah berbuka. Dan beliau berbuka sampai kami katakan beliau tidak pernah berpuasa. Saya tidak pernah melihat Rasulullah menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa lebih banyak dari bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).

Sepintas dari teks Hadits di atas, puasa bulan Sya’ban lebih utama dari pada puasa bulan Rajab dan bulan-bulan mulia (asyhurul hurum) lainnya. Padahal Abu Hurairah telah menceritakan sabda dari Rasulullah Shollallu alaihi wasallam, “Puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan-bulan mulia (asyhurul hurum).” Menurut Imam Nawawi, hal ini terjadi karena keutamaan puasa pada bulan-bulan mulia (asyhurul hurum) itu baru diketahui oleh Rasulullah di akhir hayatnya sebelum sempat beliau menjalaninya, atau pada saat itu beliau dalam keadaan udzur (tidak bisa melaksanakannya) karena bepergian atau sakit.

Sesungguhnya Rasulullah Shollallu alaihi wasallam mengkhususkan bulan Sya’ban dengan puasa itu adalah untuk mengagungkan bulan Ramadhan. Menjalankan puasa bulan Sya’ban itu tak ubahnya seperti menjalankan sholat sunat rawatib sebelum sholat maktubah. Jadi dengan demikian, puasa Sya’ban adalah sebagai media berlatih sebelum menjalankan puasa Ramadhan.

Adapun berpuasa hanya pada separuh kedua bulan Sya’ban itu tidak diperkenankan, kecuali:
1. Menyambungkan puasa separuh kedua bulan Sya’ban dengan separuh pertama.
2. Sudah menjadi kebiasaan.
3. Puasa qodlo.
4. Menjalankan nadzar.
5. Tidak melemahkan semangat puasa bulan Ramadhan.

4. Turun Ayat Sholawat Nabi
Salah satu keutamaan bulan Sya’ban adalah diturunkannya ayat tentang anjuran membaca sholawat kepada Nabi Muhammad Shollallu alaihi wasallam pada bulan ini, yaitu ayat: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al Ahzab;56)

5. Sya’ban, Bulan Al Quran
Bulan Sya’ban dinamakan juga bulan Al Quran, sebagaimana disebutkan dalam beberapa atsar. Memang membaca Al Quran selalu dianjurkan di setiap saat dan di mana pun tempatnya, namun ada saat-saat tertentu pembacaan Al Quran itu lebih dianjurkan seperti di bulan Ramadhan dan Sya’ban, atau di tempat-tempat khusus seperti Mekah, Roudloh dan lain sebagainya.

Syeh Ibn Rajab al Hambali meriwayatkan dari Anas, “Kaum muslimin ketika memasuki bulan Sya’ban, mereka menekuni pembacaan ayat-ayat Al Quran dan mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang yang lemah dan miskin agar mereka bisa menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

6. Malam Nishfu Sya’ban
Pada bulan Sya’ban terdapat malam yang mulia dan penuh berkah yaitu malam Nishfu Sya’ban. Di malam ini Allah Subhanahu wata’ala mengampuni orang-orang yang meminta ampunan, mengasihi orang-orang yang minta belas kasihan, mengabulkan doa orang-orang yang berdoa, menghilangkan kesusahan orang-orang yang susah, memerdekakan orang-orang dari api neraka, dan mencatat bagian rizki dan amal manusia.

Banyak Hadits yang menerangkan keistimewaan malam Nishfu Sya’ban ini, sekalipun di antaranya ada yang dlo’if (lemah), namun Al Hafidh Ibn Hibban telah menyatakan kesahihan sebagian Hadits tersebut, di antaranya adalah: “Nabi Muhammad Shollallhu alaihi wasallam bersabda, “Allah melihat kepada semua makhluknya pada malam Nishfu Sya’ban dan Dia mengampuni mereka semua kecuali orang yang musyrik dan orang yang bermusuhan.” (HR. Thabarani dan Ibnu Hibban).

Bab IV Nama-Nama Bulan Sya'ban
Para ulama menamai malam Nishfu Sya’ban dengan beragam nama. Banyaknya nama-nama ini mengindikasikan kemuliaan malam tersebut.

1. Lailatul Mubarokah (malam yang penuh berkah).
2. Lailatul Qismah (malam pembagian rizki).
3. Lailatut Takfir (malam peleburan dosa).
4. Lailatul Ijabah (malam dikabulkannya doa)
5. Lailatul Hayah walailatu ‘Idil Malaikah (malam hari rayanya malaikat).
6. Lalilatus Syafa’ah (malam syafa’at)
7. Lailatul Baro’ah (malam pembebasan). Dan masih banyak nama-nama yang lain.

Bab V Pro dan Kontra Seputar Nishfu Sya’ban
Al Hafidh Ibn Rojab al Hambali dalam kitab al Lathoif mengatakan, “Kebanyakan ulama Hadits menilai bahwa Hadits-Hadits yang berbicara tentang malam Nishfu Sya’ban masuk kategori Hadits dlo’if (lemah), namun Ibn Hibban menilai sebagaian Hadits itu shohih, dan beliau memasukkannya dalam kitab shohihnya.” Ibnu Hajar al Haitami dalam kitab Addurrul Mandlud mengatakan, “Para ulama Hadits, ulama Fiqh dan ulama-ulama lainnya, sebagaimana juga dikatakan oleh Imam Nawawi, bersepakat terhadap diperbolehkannya menggunakan Hadits dlo’if untuk keutamaan amal (fadlo’ilul amal), bukan untuk menentukan hukum, selama Hadits-Hadits itu tidak terlalu dlo’if (sangat lemah).”Jadi, meski Hadits-Hadits yang menerangkan keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebut dlo’if (lemah), tapi tetap boleh kita jadikan dasar untuk menghidupkan amalam di malam Nishfu Sya’ban.

Kebanyakan ulama yang tidak sepakat tentang menghidupkan malam Nishfu Sya’ban itu karena mereka menganggap serangkaian ibadah pada malam tersebut itu adalah bid’ah, tidak ada tuntunan dari Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam. Sedangkan pengertian bid’ah secara umum menurut syara’ adalah sesuatu yang bertentangan dengan Sunnah. Jika demikian secara umum bid’ah itu adalah sesuatu yang tercela (bid’ah sayyi’ah madzmumah). Namun ungkapan bid’ah itu terkadang diartikan untuk menunjuk sesuatu yang baru dan terjadi setelah Rasulullah wafat yang terkandung pada persoalan yang umum yang secara syar’i dikategorikan baik dan terpuji (hasanah mamduhah).

Imam Ghozali dalam kitab Ihya Ulumiddin Bab Etika Makan mengatakan, “Tidak semua hal yang baru datang setelah Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam itu dilarang. Tetapi yang dilarang adalah memperbaharui sesuatu setelah Nabi (bid’ah) yang bertentangan dengan sunnah.” Bahkan menurut beliau, memperbaharui sesuatu setelah Rasulullah (bid’ah) itu terkadang wajib dalam kondisi tertentu yang memang telah berubah latar belakangnya.”

Imam Al Hafidh Ibn Hajjar berkata dalam Fathul Barri, “Sesungguhnya bid’ah itu jika dianggap baik menurut syara’ maka ia adalah bid’ah terpuji (mustahsanah), namun bila oleh syara’ dikategorikan tercela maka ia adalah bid’ah yang tercela (mustaqbahah). Bahkan menurut beliau dan juga menurut Imam Qarafi dan Imam Izzuddin ibn Abdis Salam bahwa bid’ah itu bisa bercabang menjadi lima hukum.

Syeh Ibnu Taimiyah berkata, “Beberapa Hadits dan atsar telah diriwayatkan tentang keutamaan malam Nisyfu Sya’ban, bahwa sekelompok ulama salaf telah melakukan sholat pada malam tersebut. Jadi jika ada seseorang yang melakukan sholat pada malam itu dengan sendirian, maka mereka berarti mengikuti apa yang dilakukan oleh ulama-ulama salaf dulu, dan tentunya hal ini ada hujjah dan dasarnya. Adapun yang melakukan sholat pada malam tersebut secara jamaah itu berdasar pada kaidah ammah yaitu berkumpul untuk melakukan ketaatan dan ibadah.

Walhasil, sesungguhnya menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dengan serangkaian ibadah itu hukumnya sunnah (mustahab) dengan berpedoman pada Hadits-Hadits di atas. Adapun ragam ibadah pada malam itu dapat berupa sholat yang tidak ditentukan jumlah rakaatnya secara terperinci, membaca Al Quran, dzikir, berdo’a, membaca tasbih, membaca sholawat Nabi (secara sendirian atau berjamaah), membaca atau mendengarkan Hadits, dan lain-lain.

Bab VI Tuntunan Nabi di Malam Nisyfi Sya’ban
Rasulullah telah memerintahkan untuk memperhatikan malam Nisyfi Sya’ban, dan bobot berkahnya beramal sholeh pada malam itu diceritakan oleh Sayyidina Ali Rodliallahu anhu, Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam bersabda: “Jika tiba malam Nisyfi Sya’ban, maka bersholatlah di malam harinya dan berpuasalah di siang harinya karena sesungguhnya Allah Subhanahu wata’ala menurunkan rahmatnya pada malam itu ke langit dunia, yaitu mulai dari terbenamnya matahari. Lalu Dia berfirman, ‘Adakah orang yang meminta ampun, maka akan Aku ampuni? Adakah orang meminta rizki, maka akan Aku beri rizki? Adakah orang yang tertimpa musibah, maka akan Aku selamatkan? Adakah begini atau begitu? Sampai terbitlah fajar.’” (HR. Ibnu Majah)

Malam Nishfu Sya’ban atau bahkan seluruh bulan Sya’ban sekalipun adalah saat yang tepat bagi seorang muslim untuk sesegera mungkin melakukan kebaikan. Malam itu adalah saat yang utama dan penuh berkah, maka selayaknya seorang muslim memperbanyak aneka ragam amal kebaikan. Doa adalah pembuka kelapangan dan kunci keberhasilan, maka sungguh tepat bila malam itu umat Islam menyibukkan dirinya dengan berdoa kepada Allah Subhanahu wata’ala. Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam mengatakan, “Doa adalah senjatanya seorang mukmin, tiyangnya agama dan cahayanya langit dan bumi.” (HR. Hakim).

Nabi Muhammad Shollallahu alaihi wasallam juga mengatakan, “Seorang muslim yang berdoa -selama tidak berupa sesuatu yang berdosa dan memutus famili-, niscaya Allah Subhanahu wata’ala menganugrahkan salah satu dari ketiga hal, pertama, Allah akan mengabulkan doanya di dunia. Kedua, Allah baru akan mengabulkan doanya di akhirat kelak. Ketiga, Allah akan menghindarkannya dari kejelekan lain yang serupa dengan isi doanya.” (HR. Ahmad dan Barraz).

Tidak ada tuntunan langsung dari Rasulullah Shollallahu alaihi wasallam tentang doa yang khusus dibaca pada malam Nishfu Sya’ban. Begitu pula tidak ada petunjuk tentang jumlah bilangan sholat pada malam itu. Siapa yang membaca Al Quran, berdoa, bersedekah dan beribadah yang lain sesuai dengan kemampuannya, maka dia termasuk orang yang telah menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan ia akan mendapatkan pahala sebagai balasannya.

Adapun kebiasaan yang berlaku di masyarakat, yaitu membaca Surah Yasin tiga kali, dengan berbagai tujuan, yang pertama dengan tujuan memperoleh umur panjang dan diberi pertolongan dapat selalu taat kepada Allah. Kedua, bertujuan mendapat perlindungan dari mara bahaya dan memperoleh keluasaan rikzi. Dan ketiga, memperoleh khusnul khatimah (mati dalam keadaan iman), itu juga tidak ada yang melarang, meskipun ada beberapa kelompok yang memandang hal ini sebagai langkah yang salah dan batil.

Dalam hal ini yang patut mendapat perhatian kita adalah beredarnya tuntunan-tuntunan Nabi tentang sholat di malam Nishfu sya’ban yang sejatinya semua itu tidak berasal dari beliau. Tidak berdasar dan bohong belaka. Salah satunya adalah sebuah riwayat dari Sayyidina Ali, “Bahwa saya melihat Rasulullah pada malam Nishfu Sya’ban melakukan sholat empat belas rekaat, setelahnya membaca Surat Al Fatihah (14 x), Surah Al Ikhlas (14 x), Surah Al Falaq (14 x), Surah Annas (14 x), ayat Kursi (1 x), dan satu ayat terkhir Surat At Taubah (1 x). Setelahnya saya bertanya kepada Baginda Nabi tentang apa yang dikerjakannya, Beliau menjawab, “Barang siapa yang melakukan apa yang telah kamu saksikan tadi, maka dia akan mendapatkan pahala 20 kali haji mabrur, puasa 20 tahun, dan jika pada saat itu dia berpuasa, maka ia seperti berpuasa dua tahun, satu tahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” Dan masih banyak lagi hadits palsu lainnya yang beredar di tengah-tengah kaum muslimin. (Disarikan dari “Madza fi Sya’ban”, karya Sayyid Muhammad bin Alawi Al Maliki, Muhadditsul Haromain).

Bab VII Cara Menghitung Jumlah Hari Bulan Sya'ban
Umat Islam seyogyanya menghitung bulan Sya’ban sebagai persiapan memasuki Ramadhan. Karena satu bulan itu terkadang dua puluh sembilan hari dan terkadang tiga puluh hari, maka berpuasa (itu dimulai) ketika melihat hilal bulan Ramadhan. Jika terhalang awan hendaknya menyempurnakan bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari.

Karena Allah Swt. menciptakan langit-langit dan bumi serta menjadikan tempat-tempat tertentu agar manusia mengetahui jumlah tahun dan hisab. Satu bulan tidak akan lebih dari tiga puluh hari.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Puasalah kalian karena melihat hilal, dan berbukalah karena melihat hilal. Jika kalian terhalangi awan, sempurnakanlah bulan Sya’ban tiga puluh hari.” (Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim 1081).
Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma, (bahwasanya) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Janganlah kalian puasa hingga melihat hilal, jangan pula kalian berbuka hingga melihatnya (hilal). Jika kalian terhalangi awan, hitunglah bulan Sya’ban.” (Hadits Riwayat Bukhari 4/106 dan Muslim 1080).
Dari Adi bin Hatim Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: Jika datang bulan Ramadhan puasalah tiga puluh hari, kecuali kalian melihat hilal sebelum hari ke tiga puluh.” (Hadits Riwayat At-Thahawi dalam Musykilul Atsar No. 501, Ahmad 4/377, At-Thabrani dalam Al-Kabir 17/171. Dalam sanadnya ada Musalin bin Sa’id, beliau dhaif sebagaiamana dikatakan oleh Al-Haitsami dalam Majma Az-Zawaid 3/146, akan tetapi hadits ini mempunyai banyak syawahid, lihat Al-Irwaul Ghalil 901, karya Syaikhuna Al-Albany Hafidhahullah).
Ketiga hadits ini menyebutkan bahwa jumlah setiap bulan hijriyah itu antara dua puluh sembilan hari sampai tiga puluh hari, tidak lebih. Dan Rasulullah Saw. telah memesankan kepada kita umat Muslim untuk memperhatikan hilal, jika hilal sudah terlihat maka laksanakanlah shaum tapi jika langit terhalangi awan dan menyebabkan hilal tidak terlihat maka sempurnakanlah jumlah harinya menjadi tiga puluh hari.